![]() |
Rumah Tongkonan Pa'tandukan (tengah). Disamping kiri-kanannya, rumah Rumpun Keluarga Ne' Kua-Ne' Limbong dan rumah Rumpun Keluarga Banto Paselle'. (dok.60menit) |
60Menit.co.id, Jakarta | Saling klaim sebagai pemilik Tongkonan Pa’tandukan di Tantanan Tallunglipu, Toraja Utara, antara Keluarga Alm. Ne’ Kua-Ne’ Limbong versus Keluarga Alm. Banto Paselle’ terus terjadi. Pihak Ne’ Kua-Ne’ Limbong yang diwakili pemangku adat setempat, Petrus Pangalinan, mengaku heran atas putusan hukum eksekusi yang lebih menguntungkan pihak Banto Paselle itu.
“Mereka pendatang kok kami yang mau digusur dari Tongkonan,” ujar Petrus Pangalinan yang juga Hakim Adat Pendamai Tantanan Tallunglipu. Petrus adalah salah seorang yang lahir dari Tongkonan Pa’tandukan yang dibangun oleh Ne’ Kua-Ne’ Limbong.
”Tongkonan Pa’tandukan ini dibangun oleh Ne’ Kua dan Ne’ Limbong, melahirkan dua orang anak. Yang pertama, Ne’ Salenda menikah dengan Lai Biring melahirkan dua orang anak, yaitu Payung Salenda (termasuk turunannya Lai Vesby) dan Rahel Salu (termasuk turunannya ibu Elsye Paranoan) dan kedua Ne’ Konde menikah dengan Ne’ Balisa melahirkan Ne’ Pengga’, kemudian Ne’ Pengga’ menikah dengan Ne’ Munde melahirkan 4 orang, yaitu Barung Pangalinan, Katilik Pangalinan, Pairi Pangalinan, dan Lama’ Pangalinan. Barung Pangalinan menikah dengan Sabina Sampeutan melahirkan Rimin Pangalinan, Petrus Pangalinan, Daniel Pangalinan, Eri Pangalinan, Martha Panglinan dan Alexander Pangalinan,” sebut Petrus Pangalinan mengurai silsilah yang ada.
![]() |
Tampak Petrus Pangalinan (kiri) dan Elsye Paranoan (kanan), dari rumpun keluarga Ne' Kua-Ne' Limbong. (dok.60menit) |
Petrus yang biasa dipanggil Ne’ Beloan ini, membandingkan keluarga Ne’ Banto Paselle’ yang ingin menggusur pihak Ne’ Kua dan Ne’ Limbong. “Kalau dilihat benang merahnya tidak ada jalannya. Ne’ Banto ini adalah orang pendatang dan kebetulan nenek kami dulu kasihan sama dia, sehingga disuruhlah tinggal disamping tanah tongkonan tapi sekarang malahan kami yang mau di gusur,” ketusnya.
Petrus menambahkan, berawal dari tahun 2008, ketika itu beberapa dari keluarga Ne’ Banto Paselle’ mau membangun sebuah rumah tongkonan di belakang tongkonan Pa’tandukan. “Kami melarangnya karena memang mereka tidak punya hak sehingga kayunya busuk,” ucap Petrus atau Ne’ Beloan yang sudah 8 periode menjabat Kepala Lingkungan Tole’ Kelurahan Tallunglipu.
![]() |
Petrus Pangalinan, sedang memperlihatkan silsilah rumpun keluarga Ne' Kua-Ne' Limbong yang disahkan pemerintah (kiri) dan silsilah rumpun keluarga Ne' Banto Paselle'. (dok.60menit) |
Saat itu, tambahnya, semua orang Tallunglipu mengetahui kalau tongkonan tersebut adalah milik Ne’ Kua dan Ne’ Limbong. “Milik kami, sehingga saat terjadi sengketa ingin diselesaikan oleh Adat Pendamai di tingkat lingkungan, tingkat kelurahan hingga tingkat kecamatan. Tetapi keluarga tersebut tidak pernah mau datang karena mereka tahu bahwa mereka pasti kalah,” jelas Petrus, ketika ditemui di rumah kediamannya di Tantanan Tallunglipu.
Alhasil, lewat pengacaranya, Ne’ Banto Paselle’ kemudian mengajukan gugatan ke pengadilan. “Dan kami dikalahkan. Bagaimana ceritanya kok kami dikalahkan. Hukum di Indonesia itu bisa dibeli untuk membalikkan fakta atau merubah keadaan jadi terbalik, kami yang mau digusur, sangat aneh ini hakim di pengadilan,” tegas Petrus Pangalinan dengan nada lantang.
(anto)