Irjen Pol. (Purn.) Drs. Frederik Kalalembang (kanan) bersama Agus Harimurti Yudhoyono, Ketua Umum DPP Partai Demokrat dan Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (kiri). |
60Menit.co.id, Jakarta | Kasus sengketa tanah dengan Perkara No. 93/G/2021/PTUN.Mks antara Rony Rumengan selaku Penggugat lawan Kepala Kantor Pertanahan (Kantah) Kabupen Toraja Utara selaku Tergugat terkait keabsahan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 204/Kelurahan Buntu Barana tanggal 10 Oktober 2008 atas nama Daniel Palisu, mendorong Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat Dapil Sulsel III, Irjen Pol (Purn.) Drs. Frederik Kalalembang angkat bicara.
Pasalnya, kasus tersebut telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) dengan adanya Putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) yang dimenangkan Drs. Rony Rumengan selaku Penggugat. Kemenangan Rony sebagai pemilik SHM No. 08/Kelurahan Buntu Barana tahun 1996 ini telak, dimulai dari putusan tingkat pertama di PTUN Makassar, putusan banding di Pengadilan Tinggi TUN Makassar, hingga putusan kasasi di MA
Sehingga tidak ada alasan bagi pihak Kantor Pertanahan (Kantah) Toraja Utara dan Kanwil BPN Sulsel untuk tidak mengeksekusi dengan mempercepat proses pembatalan atau pencabutan SHM No. 204/Kelurahan Buntu Barana. Untuk menyatakan putusan inkracht, PTUN Makassar mempertegas lagi dengan mengeluarkan Surat Keterangan Berkekuatan Hukum Tetap No. W4-TUN 1/23/01.06/VII/2023.
Namun, meskipun putusan inkracht, selama lebih setahun Rony masih mondar-mandir Kantah Torut-BPN Sulsel. Ini membuat Rony tidak sabaran dan harus mengambil sikap serta langkah tegas dengan melayangkan surat pengaduan ke KemenATR/BPN untuk ditindaklanjuti.
Kepada redaksi media ini, lewat sambungan ponsel, Sabtu (4/1) pagi, Irjen Pol (Purn.) Frederik Kalalembang, sang Legislator pusat asal Partai Demokrat, menyarankan penggugat yang memenangkan perkara tersebut untuk menindaklanjuti putusan kasasi dengan melakukan penguasaan fisik di atas objek sengketa itu.
“Atas dasar keputusan Mahkamah Agung yang sudah berkekuatan hukum tetap maka pemenang mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri Makale untuk dilakukan eksekusi pengosongan lahan, dan silahkan mengajukan koordinasi pengamanan kepada Pihak Polres Toraja Utara untuk mengawal proses eksekusi tersebut,” jelas Frederik Kalalembang yang pernah menjabat Deputi Kebijakan dan Strategi BAKAMLA RI.
Menurut Jenderal Purnawirawan yang juga Ketua Umum Ikatan Keluarga Toraja Nusantara (IKATNUS) ini, sangat wajar jika pihak BPN enggan dan belum mencabut sertifikat yang tumpang tindih itu, karena BPN adalah pihak Tergugat dan kalah. Dengan demikian, langkah awal yang dilakukan penggugat adalah mengeksekusi lahan lebih dahulu untuk dikuasai. Setelah itu pengembalian lahan sesuai sertifikat semula berdasarkan putusan MA.
Rony Rumengan (kiri), bersama Irsan Ismail (kanan), pegawai Kanwil ATR/BPN Sulsel, ketika menanyakan tentang pembatalan sertifikat sesuai putusan Mahkamah Agung, Senin, 7 Oktober 2024. |
Pandangan Frederik ini benar adanya. Apalagi sebagai legislator ia mengemban fungsi pengawasan. Begitu pula sebagai kader Partai Demokrat sikap Frederik setidaknya dapat menunjang tugas dan karya Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono selaku Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan yang membawahi salah satunya, Kementerian Agraria dan Tata Ruang /Badan Pertanahan Nasional.
Gayung bersambut, saran dan masukan Frederik Kalalembang ini, mendapat apresiasi yang dalam dari Rony Rumengan. “Beliau wajar terpilih jadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI, karena kalau dilihat kiprahnya selama ini memang peduli dan membantu masyarakat yang membutuhkan pertolongan serta penuh perhatian,” tutur Rony saat ditemui di kediamannya di Jakarta Selatan. Pimpinan PMTINEWS ini menambahkan, sejak dulu bila ada warga yang kesulitan, Frederik tanpa pandang bulu langsung menolong sesuai kapasitas yang dimiliki, baik ketika masih aktif di Kepolisian maupun setelah purna bakti.
Untuk diketahui, selama berperkara dalam kasus ini, mulai dari Putusan Tingkat Pertama PTUN Makassar hingga Putusan Kasasi di MA, pihak Kantah Toraja Utara selaku Tergugat dihukum untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp12.464.000,00 di tingkat PTUN Makassar, Rp250.000,00 di PT TUN Makassar, dan Rp500.000 di MA. “Biaya perkara ini bagian dari putusan sehingga mau tidak mau juga harus ditindaklanjuti. Makanya belajar dari kasus ini, pihak Kantah di daerah harus lebih berhati-hati dan teliti ke depan dalam proses terbitnya sertifikat. Nusron Wahid selaku Menteri ATR/Kepala BPN harus tegas menindak aparatnya jika ditemukan ada yang bermain serta mempersulit masyarakat,” tegas Direktur Eksekutif WASINDO (Pengawas Independen Indonesia) Drs. Tommy Tiranda. (red)