Roland Hutasoit, Ketua WASINDO Kalimantan Timur (redaksi 60menit) |
60Menit.co.id, Jakarta | Selain mengalami keterlambatan, seperti diberitakan dua media cyber lokal sebelumnya, nilai anggaran proyek Pembangunan Gedung Kantor DPRD Balikpapan, setelah ditelusuri ternyata bernilai fantastis. Anggarannya dalam dalam dua tahun anggaran. Pertama, tahap I tahun 2023, sebesar Rp44.046.510.000,00 (HPS), dan kedua, tahap lanjutan tahun 2024 sebesar Rp36.804.536.000,00.
Menariknya, dari penelusuran data melalui LPSE Balikpapan, pada tahap I, anggaran 2023, tidak tertera nama kontraktor pelaksana sebagai pemenang tender lalu. Juga tidak tampak nilai nominal terkoreksi proyek pasca lelang atau tender, yang ada hanya nilai Pagu dan HPS, yakni 44 M lebih. Sedang di tahap lanjutan, 2024, nama kontraktor pelaksana tampak jelas yakni PT US dengan nilai UMK sebesar Rp36,8 M lebih.
Jika ditotal dari dua tahap atau tahun anggaran ini, maka jumlah keseluruhan mencapai 80 M lebih. Lantas apa saja item pekerjaan dengan anggaran sefantastis itu untuk sebuah gedung kantor DPRD? Berikut, bagaimana dengan kualitas pekerjaan berdasarkan spek atau RAB? “Masa anggarannya segede gitu fokusnya hanya ke soal deadline waktu dan keterlambatan, tidak menyentuh ke kualitas pekerjaan sesuai bestek atau tidak. Ini uang negara loh dan ini tidak sedikit, apa saja yang dibelanja dengan anggaran sebanyak itu. Ini tidak main-main loh,” tegas Ketua WASINDO (Pengawas Independen Indonesia) Kalimantan Timur, Roland Hutasoit, kepada awak media, melalui ponsel, Selasa (10/12) pagi.
Roland berharap, Ketua DPRD Balikpapan Alwi Al Qadri sebagai pimpinan lembaga wakil rakyat tidak hanya fokus pada soal waktu atau deadline kontrak proyek dalam mengawasi dan menyorot pembangunan gedung kantor dewan tersebut. “Tapi juga kualitas pekerjaan serta bestek. Kalau bisa intens dikordinasikan dengan konsultan pengawas proyek tersebut dan juga dengan dinas terkait,” jelas Roland.
Pihaknya, kata Roland, juga akan terus melakukan investigasi atas pembangunan gedung DPRD tersebut dengan mengumpulkan bahan keterangan di lapangan. “Sebenarnya dengan anggaran sebanyak ini sudah ranah KPK, bukan lagi APH di daerah,” pungkasnya. (anto)