Sejarah Kerajaan Pajajaran dan Jatidirinya
-->

Advertisement Adsense

Sejarah Kerajaan Pajajaran dan Jatidirinya

60 MENIT
Rabu, 13 November 2024

Istana dan Keraton Kerajaan Pajajaran semasa kejayaannya (zhovena)


Kerajaan Pajajaran adalah salah satu kerajaan besar yang pernah berkuasa di wilayah barat Pulau Jawa, Indonesia, khususnya di daerah yang kini menjadi Provinsi Jawa Barat dan Banten. Kerajaan ini dianggap sebagai puncak peradaban Sunda sebelum datangnya penjajahan bangsa Eropa di wilayah tersebut. Berikut adalah penjelasan singkat mengenai sejarah Kerajaan Pajajaran:


1. Asal Usul dan Pendirian

Kerajaan Pajajaran, yang dikenal juga sebagai Kerajaan Sunda, didirikan pada sekitar abad ke-14 Masehi. Nama "Pajajaran" merujuk pada ibu kota kerajaan yang terletak di sekitar wilayah Bogor saat ini.


Kerajaan Pajajaran adalah kelanjutan dari kerajaan-kerajaan sebelumnya yang berdiri di wilayah Jawa Barat, seperti Kerajaan Tarumanegara. Ketika Tarumanegara runtuh, beberapa kerajaan kecil muncul dan bersatu di bawah Pajajaran.


Raja pertama yang dikenal luas adalah Prabu Siliwangi (Sri Baduga Maharaja), yang memerintah dari sekitar tahun 1482-1521 M. Prabu Siliwangi adalah tokoh legendaris dalam sejarah dan budaya Sunda, dikenal karena upaya memperkuat pemerintahan dan membawa kedamaian serta kemakmuran ke kerajaannya.


2. Masa Kejayaan

Pada masa Prabu Siliwangi, Kerajaan Pajajaran mencapai puncak kejayaannya. Ia dikenal sebagai raja yang adil, bijaksana, dan pelindung budaya Sunda. Pajajaran menjadi pusat perdagangan, budaya, dan kekuasaan di wilayah barat Pulau Jawa.


Pajajaran mengontrol jalur perdagangan penting, termasuk pelabuhan di sepanjang pesisir utara Jawa Barat, seperti Pelabuhan Sunda Kelapa (kini Jakarta). Perdagangan dengan pedagang asing seperti dari Tiongkok, India, dan Timur Tengah berkembang pesat.


Prabu Siliwangi juga berperan dalam memperkuat sistem pertahanan kerajaan, memperluas wilayah kekuasaan, serta memperkenalkan berbagai tradisi dan adat yang menjadi cikal bakal budaya Sunda modern.


3. Agama dan Kepercayaan

Agama Hindu dan Buddha menjadi keyakinan utama di kerajaan ini sebelum masuknya Islam. Pajajaran mempertahankan banyak tradisi Hindu-Buddha yang diwarisi dari Kerajaan Tarumanegara.


Namun, dengan masuknya pengaruh Islam, terutama dari Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon, wilayah-wilayah kekuasaan Pajajaran mulai mengalami konversi secara perlahan.


4. Kemunduran dan Keruntuhan

Kerajaan Pajajaran mengalami kemunduran akibat tekanan dari kesultanan-kesultanan Islam yang muncul di sekitarnya. Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon, yang didukung oleh kekuatan militer dan dakwah Islam, secara bertahap mempersempit wilayah kekuasaan Pajajaran.


Pada tahun 1579, Pajajaran diserbu oleh pasukan Kesultanan Banten di bawah pimpinan Maulana Yusuf, putra Sunan Gunung Jati. Serangan ini menandai runtuhnya Kerajaan Pajajaran secara definitif. Ibu kota Pajajaran dihancurkan, dan sisa-sisa kerajaan terpaksa melarikan diri atau berasimilasi dengan masyarakat di bawah kekuasaan kesultanan Islam.


Dengan jatuhnya Pajajaran, pengaruh budaya Hindu-Buddha di wilayah Jawa Barat berkurang drastis, sementara Islam mulai menjadi dominan.


5. Warisan dan Budaya

Meskipun kerajaan ini telah lama runtuh, budaya dan nilai-nilai Pajajaran tetap hidup dalam masyarakat Sunda hingga saat ini. Banyak tradisi, adat, dan cerita rakyat Sunda merujuk pada era kejayaan Pajajaran.


Prasasti Batu Tulis di Bogor adalah salah satu peninggalan penting dari masa Pajajaran yang berisi catatan tentang Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi). Prasasti ini memberikan informasi sejarah mengenai masa pemerintahannya.


6. Legenda Prabu Siliwangi

Prabu Siliwangi menjadi tokoh yang sangat dihormati dalam budaya Sunda dan sering kali dianggap sebagai sosok legendaris yang memiliki kemampuan mistis. Ia dipandang sebagai simbol kejayaan dan identitas masyarakat Sunda, yang masih dirayakan dan diabadikan dalam berbagai cerita rakyat.


Kerajaan Pajajaran memainkan peran penting dalam membentuk identitas masyarakat Sunda dan mewariskan budaya yang kaya. Meskipun telah lenyap sebagai entitas politik, pengaruhnya terus hidup melalui adat, cerita, dan nilai-nilai budaya yang diwariskan turun-temurun.


(*)