Sejarah dan Asal Usul Suku Sunda
-->

Advertisement Adsense

Sejarah dan Asal Usul Suku Sunda

60 MENIT
Senin, 07 Oktober 2024

Icon dan Kebanggaan Urang Sunda (zhovena)


SEJARAH DAN ASAL USUL SUKU SUNDA

ASAL USUL

Nenek moyang Suku Sunda berasal dari keturunan Austronesia (ras Mongolid atau ras yang tersebar dari Taiwan hingga Hawaii) yang berada di Taiwan. Kemudian, mereka bermigrasi melalui kepulauan Filipina sampai tiba di Jawa sekitar 1.500 hingga 1.000 Sebelum Masehi.


Suku ini menempati hampir seluruh wilayah Provinsi Jawa Barat. Suku Sunda terbagi menjadi dua, yaitu Sunda Priangan dan Sunda Banten (masih terbagi Sunda Banten, Baduy dalam, Baduy luar). Ciri khas dari suku Sunda dapat dilihat dari bahasa, bentuk rumah, sistem kekerabatan dan kesenian.


Jati diri yang mempersatukan orang Sunda adalah bahasa dan budayanya. Orang Sunda dikenal memiliki sifat optimistis, ramah, sopan, riang, dan bersahaja.


SEJARAH

Suku Sunda tidak memiliki mitologi tentang penciptaan yang mengisahkan asal usul seperti etnis lain. Bahkan, tidak ada pula cerita rakyat yang menceritakan tentang bagaimana dan sejak kapan Suku Sunda mendiami wilayah Pulau Jawa bagian Barat. Apalagi catatan yang menjelaskan tentang asal mula suku ini, sama sekali tidak ditemukan. Namun yang pasti, Suku Sunda memiliki adat istiadat, bahasa, dan kepercayaan sendiri, berbeda dari suku lain yang menempati Pulau Jawa. 


Dilansir dari Sejarah Suku Sunda yang ditulis oleh Roger L. Dixon pada tahun 2000, masyarakat suku Sunda awal menetap di wilayah Jawa Barat, Kemungkinan terjadi pada abad pertama masehi, yang mana terdapat sekelompok kecil suku Sunda tengah menjelajahi hutan-hutan pegunungan dan melakukan tradisi tebas bakar untuk membuka hutan.


Kata Sunda berasal dari akar kata "sund" atau kata "suddha" dalam bahasa Sanskerta yang mempunyai pengertian bersinar, terang, berkilau, atau putih.  Dalam bahasa Kawi dan bahasa Bali pun terdapat kata Sunda, dengan pengertian: bersih, suci, murni, tak tercela/bernoda, air, tumpukan, pangkat, atau waspada.


Nama Sunda mulai digunakan oleh raja Purnawarman pada tahun 397 untuk menyebut ibu kota Kerajaan Tarumanagara yang didirikannya. Untuk mengembalikan pamor Tarumanagara yang semakin menurun, pada tahun 670, Tarusbawa, penguasa Tarumanagara yang ke-13, mengganti nama Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda. Kemudian peristiwa ini dijadikan alasan oleh Kerajaan Galuh untuk memisahkan negaranya dari kekuasaan Tarusbawa. Dalam posisi lemah dan ingin menghindarkan perang saudara, Tarusbawa menerima tuntutan raja Galuh. Akhirnya kawasan Tarumanagara dipecah menjadi dua kerajaan, yaitu Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh dengan Sungai Citarum sebagai batasnya.


PANDANGAN HIDUP

Pandangan hidup orang Sunda yang diwariskan dari nenek moyangnya dapat diamati pada ungkapan tradisional sebagai berikut: "Hana nguni hana mangké, tan hana nguni tan hana mangké, aya ma beuheula aya tu ayeuna, hanteu ma beuheula hanteu tu ayeuna. Hana tunggak hana watang, tan hana tunggak tan hana watang. Hana ma tunggulna aya tu catangna." (Sanghyang Siksa Kandang Karesian).

Artinya: Ada dahulu ada sekarang, bila tak ada dahulu tak akan ada sekarang, karena ada masa silam maka ada masa kini, bila tak ada masa silam takan ada masa kini. Ada tunggak tentu ada batang, bila tak ada tunggak tak akan ada batang, bila ada tunggulnya tentu ada batangnya. 


AGAMA DAN KEPERCAYAAN

Mayoritas orang Sunda beragama Islam (sekitar 99,84%), tetapi ada juga sebagian kecil orang Sunda yang beragama Kristen (sekitar 0,09%) Ada pula beberapa suku Sunda yang masih menganut ajaran Hindu-Buddha, tetapi jumlahnya sangat sedikit yakni 0,01% dari populasi. Beberapa dari mereka diketahui mempunyai darah/keturunan bangsawan kerajaan Sunda pada zaman dahulu pada masa Hindu-Buddha.


Agama Sunda Wiwitan masih bertahan di beberapa komunitas pedesaan suku Sunda, seperti pada masyarakat Sunda Baduy. Pada dasarnya, Sunda Wiwitan ini adalah bentuk kepercayaan atau agama lokal yang berkembang di Tanah Pasundan. Sama halnya dengan agama lokal lainnya yang begitu melekat pada sistem kepercayaan berdasarkan tradisi leluhur, pandangan hidup, dan praktik persembahan yang dilakukan oleh masyarakat tertentu. Dalam kepercayaan Sunda Wiwitan ini, masyarakat mempercayai adanya kehadiran kekuasaan tertinggi yang disebut sebagai Sang Hyang Kersa atau Gusti Sikang Sawiji-Wiji (Tuhan yang Satu atau Tunggal). 


Pusat dari kepercayaan Sunda Wiwitan ini adalah Kerajaan Padjajaran yang dalam perkembangan zaman sekarang ini justru semakin menghilang. Namun, kemudian terbagi menjadi beberapa jenis dengan ciri khas sejarah masing-masing, salah satunya adalah komunitas Agama Djawa Sunda (ADS) di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat.


BAHASA

Dalam percakapan sehari-hari, etnis Sunda banyak menggunakan bahasa Sunda, namun di perkotaan seperti Bandung, Bogor dan beberapa kota besar seperti Jakarta, Bahasa Sunda sudah bercampur penggunaannya dengan Bahasa Indonesia. 


Bahasa Sunda terbagi menjadi beberapa tingkatan yakni kasar pisan (sangat kasar), kasar (kasar), sedeng (sedang), lemes (halus), dan lemes pisan (sangat halus).


Ada beberapa dialek dalam bahasa Sunda, para pakar bahasa biasanya membedakan enam dialek berbeda. Dialek-dialek ini adalah:

• Dialek Barat (Banten, sebagian barat Kabupaten Bogor khususnya wilayah Jasinga Raya, dan sebagian barat Kabupaten Sukabumi)

• Dialek Utara (Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Karawang, sebagian timur Kabupaten Bekasi, Kabupaten Purwakarta, dan sebelah utara Kabupaten Subang)

• Dialek Selatan (Kota Bandung, Kota Cimahi, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Garut, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Sukabumi)

• Dialek Tengah-Timur (Kabupaten Majalengka, Kabupaten Indramayu bagian selatan, dan sebagian barat Kabupaten Kuningan)

• Dialek Timur Laut (Kabupaten Kuningan, sebagian barat Kabupaten Brebes dan sebagian selatan Kabupaten Cirebon)

• Dialek Tenggara (Kota Banjar, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Pangandaran, dan sebagian timur dan utara Kabupaten Cilacap khususnya Kecamatan Dayeuhluhur)


SENJATA TRADISIONAL

Kujang, Bedog, Patik, Congkrang, Ani-Ani (Ketam), Sulimat, Gacok, Bajra dan Gada.


KESENIAN

Seni tari

Tari Jaipong, tari merak, dan tari topeng, sisingaan, sasapian.


Seni teater

Tanah Pasundan terkenal dengan kesenian wayang golek. Wayang Golek adalah pementasan sandiwara boneka yang terbuat dari kayu dan dimainkan oleh seorang sutradara merangkap pengisi suara yang disebut Dalang. Dalang wayang golek terkenal yaitu alm Ki Asep Sunandar Sunarya 


Seni musik

Beberapa lagu khas Sunda : Bubuy Bulan, Es Lilin, Manuk Dadali, Tokécang, Mojang Priangan

Selain itu, ada alat musik khas Sunda di antaranya adalah: Angklung, Calung, Degung, Kacapi, Karinding, Suling, Tarawangsa, beberapa penyanyi terkenal dari Suku Sunda antara lain Nike Ardila, Iis Dahlia, Rhoma Irama dll


Seni sastra

Beberapa karya Sastra Sunda yang dikenal oleh masyarakat luas adalah : Babad Cerbon, Cariosan Prabu Siliwangi, Carita Ratu Galuh, Carita Purwaka Caruban, Nagari, Carita Waruga Guru, Kitab Waruga Jagat, Layang Syekh Gawaran, Pustaka Raja Purwa, Kitab Pramayoga, Sajarah Banten


RUMAH ADAT

Secara tradisional rumah orang Sunda berbentuk panggung dengan ketinggian 0,5 m – 0,8 m atau 1 meter di atas permukaan tanah. Rumah adat Sunda sebenarnya memiliki nama yang berbeda-beda bergantung pada bentuk atap dan pintu rumahnya. Secara tradisional ada atap yang bernama suhunan Jolopong, Tagong Anjing, Badak Heuay, Perahu Kemureb, Jubleg Nangkub, Capit Gunting, dan Buka Pongpok. Dari kesemuanya itu, Jolopong adalah bentuk yang paling sederhana dan banyak dijumpai di daerah-daerah cagar budaya atau di desa-desa.


SISTEM KEKERABATAN

Sistem keluarga dalam suku Sunda bersifat bilateral, garis keturunan ditarik dari pihak bapak dan ibu. Dalam keluarga Sunda, bapak yang bertindak sebagai kepala keluarga. Ikatan kekeluargaan yang kuat dan peranan agama Islam yang sangat mempengaruhi adat istiadat mewarnai seluruh sendi kehidupan suku Sunda. 


TOKOH TOKOH LEGENDA SUNDA

Prabu Siliwangi, Putri Kadita (Nyo Roro Kidul), Sangkuriang, Dayang Sumbi, Ciung Wanara, Dyah Pitaloka Citraresmi, Prabu Kian Santang dll


PAHLAWAN NASIONAL DARI SUNDA

H Ahmad Sanusi, Ir. H. Juanda Kartawijaya, Dewi Sartika, R. Otto Iskandardinata, Laksamana Laut R.D. Eddy Martadinata, Mohammad Toha, Ki Bagus Rangin, Suwarsih Djojopuspito dll


Sumber : Wikipedia, Gramedia.com, Kompas.com, Sejarah Suku Sunda  oleh Roger L. Dixon dan berbagai sumber lain.


(*)