Kasus Dugaan Proyek Fiktif di Amartha Karya, Dirut AIRNAV Diduga Kebal Hukum
-->

Advertisement Adsense

Kasus Dugaan Proyek Fiktif di Amartha Karya, Dirut AIRNAV Diduga Kebal Hukum

60 MENIT
Jumat, 23 Agustus 2024

Kantor AIRNAV Indonesia di Jakarta.


60menit.co.id, Jakarta | Sejak dilaporkan ke lembaga anti rasuah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agustus 2023 lalu, penanganan kasus dugaan tindak pidana proyek fiktif di PT. Amartha Karya belum juga tuntas. Malah ironis, sudah hampir setahun, sejak dipanggil KPK Agustus lalu, Direktur Utama AIRNAV Indonesia, Polona Banguningsih Pramesti, masih tetap sebagai saksi. 


“Kenyataannya sampai sekarang sudah hampir setahun permasalahan tersebut Polana masih hanya dipanggil berulang kali oleh KPK dan hanya sebagai saksi saja,” kata Ketua Harian Lembaga Pemantau Pembanguan dan Keuangan Negara (LP3KN), Sabar Sipahutar, SH. Hal ini disampaikan Sabar lewat rilis LP3KN yang dishare ke redaksi media ini, Kamis (22/8) malam. 


Menurut Sabar, pernyataan juru bicara KPK sebelumnya, Ali Fikri, bahwa pihaknya sedang mendalami informasi tentang aliran dana yang didapat Polona dan penerimaan sejumlah barang-barang mewah, ternyata tidak tersentuh hukum. 


Ali Fikri juga menegaskan soal Polana akan dibuka di persidangan. "Materi pemeriksaan pasti nanti dibuka di hadapan majelis hakim," kata Fikri beberapa waktu lalu. “Ini menandakan kalau Polona kebal hukum alias tak tersentuh Hukum sekalipun dalam pemeriksaan KPK meski sudah terdapat pembuktian,” jelas Sabar Sipahutar. 


“Pernyataan KPK harus menunggu nama beliau dulu masuk dalam persidangan ini terasa aneh dan janggal siapa dibalik Polana,” tambah Sabar. 


Belum selesai masalah dugaan gratifikasi di Amartha Karya, Polana dilanda desas-desus soal kepemimpinannya sejak dilantik di AIRNAV Indonesia,12 Nopember 2018. Menurut informasi yang beredar, mantan Dirjen Perhubungan ini, konon merupakan kerabat dekat serta di bawah kendali Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. 


Berdasarkan hasil investigasi LP3KN, Polona diduga memanipulasi proyek dengan jumlah ratusan miliar. Nilainya bahkan diduga bisa mencapai triliunan rupiah dan luput dari pantauan masyarakat penggiat antikorupsi. Seperti dalam pelelangan Pengadaan dan Penggantian Fasilitas ATM (ATC System) di Wilayah Ruang Udara Barat RI (FIR Jakarta)/Program New JATSC, diduga banyak kejanggalan  yang sangat menyimpang dengan  nilai proyek mencapai sebesar Rp.412.000.000.000,-.


Lelang tersebut diduga telah direkayasa sedemikian rupa untuk menetapkan pemenang lelang di tahapan perencanaan lelang. Persyaratan lelang bahkan diduga direkayasa sedemikian rupa agar peserta lelang dibatasi. Lelang diduga hanya diikuti kelompok tertentu. 


Lelang dimaksud juga tidak melalui satuan pelelangan internal AIRNAV. Hal ini dilakukan diduga untuk menutupi perbuatan korupsi pengadaan barang dan jasa, dengan menggunakan tameng akademis serta menunjuk pihak ketiga, PT. LAPI ITB. Tujuannya diduga untuk menjustifikasi penyelewengan pelelangan tersebut dapat terlaksana. 


Proses penunjukan LAPI ITB ini juga diduga telah melanggar hukum dan Keppres, karena dari penelusuran Tim Investigasi LP3KN, tim pelelangan Airnav sendiri yang memiliki kemampuan serta pengetahuan ATC specialis, yang melaksanakan Aanwijzing. Sedang LAPI ITB sendiri hanya menonton dan tidak ada keahlian ATC. 


Menurut pihak LP3KN, patut dilakukan penyelidikan menyeluruh atas keterlibatan LAPI ITB dalam pelelangan tersebut. Pasalnya, para pendiri perusahaan dimaksud diduga adalah geng Polana di ITB. 


Penunjukan PT. LAPI ITB selaku  pelaksana tender awalnya sebagai konsultan yang hanya membuat kajian pengusulan Penyertaan Modal Negara, namun ternyata diduga penuh rekayasa. Hal ini terindikasi  melanggar seluruh aturan pengadaan barang dan jasa. Pelanggaran hukum secara sistematis diduga sudah dilakukan sejak awal proses.


Tim Investigasi LP3KN melakukan penelusuran keterlibatan PT. LAPI ITB secara menyeluruh. Dalam temuannya, PT. LAPI ITB selain sebagai pelaksana proyek juga ditunjuk sebagai konsultan perencanaan/pelelangan beberapa proyek lain di AIRNAV Indonesia dengan jumlah kontrak fantastis, mulai dari yang ratusan juta hingga puluhan miliar rupiah. 


Penunjukan PT. LAPI ITB dilakukan tanpa justifikasi keahlian yang dimiliki. Ini, menurut LP3KN, adalah perbuatan melanggar hukum serta modus pengadaan barang dan jasa sesuai dengan pernyataan pimpinan KPK dalam pengungkapan beberapa kasus korupsi bulan Juni 2024. KPK perlu segera melakukan penyelidikan atas penunjukan PT. LAPI ITB sebagai konsultan, yang merupakan cikal bakal terjadinya rekayasa proyek lainnya di AIRNAV dalam dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa. 


KPK juga, tandas LP3KN, perlu menelusuri dugaan keterlibatan Dirut AIRNAV dan hubungannya dengan PT. LAPI ITB. Pasalnya, diduga telah terjadi nepotisme antara Dirut AIRNAV Indonesia dengan sesama Alumni ITB dalam rekayasa mega proyek tersebut. 


KPK, kata Sabar, jangan mandul dan hanya tebang pilih dalam penegakan hukum. Masalah dugaan proyek fiktif ini sudah berulang kali disampaikan ke KPK namun belum ada tindakan untuk penyelidikan atas laporan masyarakat. Hal ini disesalkan pihak LP3KN, apalagi tender-tender yang dilakukan dalam Pengadaan Sistem ATC tersebut diduga juga berpotensi ‘mark up’ besar. 


AIRNAV Indonesia juga diduga telah mengesampingkan beberapa temuan BPK terkait pelaksanaan proyek dimana potensi kerugian negara mencapai ratusan miliar. Ini berdasarkan laporan temuan BPK terhadap Airnav Indonesia. Karena itu, KPK perlu segera menindaklanjuti temuan atas kerugian negara terhadap sejumlah proyek di Airnav indonesia. (anto)