Legenda Jaka Tarub dan Tujuh Bidadari
-->

Advertisement Adsense

Legenda Jaka Tarub dan Tujuh Bidadari

60 MENIT
Kamis, 18 Juli 2024

Jaka Tarub dan beberapa Bidadarinya (zhovena)


Pada suatu masa di desa Tarub, hiduplah seorang pemuda tampan dan cerdas bernama Jaka Tarub. Dia adalah seorang yatim piatu yang hidup sendirian setelah kematian kedua orang tuanya. Meski begitu, Jaka Tarub dikenal sebagai pemuda pekerja keras yang gemar berburu di hutan. Di balik kemandiriannya, ada rasa kesepian yang sering menghantui hatinya.


Suatu hari, ketika sedang berburu di hutan, Jaka Tarub melihat seekor kijang yang melintas di depannya. Dia mengejar kijang itu hingga ke tengah hutan. Ketika hendak melepaskan anak panahnya, terdengar suara gemericik air yang mengalihkan perhatiannya. Penasaran, Jaka Tarub mengikuti suara itu dan sampailah ia di sebuah danau yang tersembunyi di balik rimbunan pepohonan.


Betapa terkejutnya Jaka Tarub ketika melihat tujuh wanita cantik tengah mandi di danau tersebut. Kulit mereka seputih kapas dan rambut mereka panjang terurai. Ternyata, mereka adalah tujuh bidadari dari kayangan yang turun ke bumi untuk menikmati keindahan alam. Tanpa sepengetahuan mereka, Jaka Tarub mengintip dari balik semak-semak.


Pandangan Jaka Tarub tertuju pada salah satu bidadari yang paling cantik di antara mereka, yaitu Nawang Wulan. Hatinya langsung terpikat oleh kecantikan Nawang Wulan, dan dia merasa harus memiliki bidadari tersebut. Ketika para bidadari itu sedang asyik mandi, Jaka Tarub mendekati pakaian mereka yang tergeletak di tepi danau. Dengan cepat, dia mengambil salah satu selendang yang tergeletak di sana dan menyembunyikannya.


Setelah selesai mandi, para bidadari bersiap untuk kembali ke kayangan. Mereka mengenakan selendang masing-masing dan terbang ke angkasa. Namun, Nawang Wulan tidak bisa menemukan selendangnya. Dia panik dan mulai menangis, sementara saudara-saudaranya tidak bisa menunggu lebih lama. Akhirnya, mereka terpaksa meninggalkan Nawang Wulan sendirian di bumi.


Jaka Tarub muncul dari tempat persembunyiannya dan berpura-pura tidak tahu apa-apa. Dia mendekati Nawang Wulan dan bertanya mengapa dia menangis. Nawang Wulan menjelaskan bahwa dia kehilangan selendangnya dan tidak bisa kembali ke kayangan tanpa itu. Dengan penuh rasa iba, Jaka Tarub menawarkan bantuan dan mengajaknya ke rumahnya.


Di rumah Jaka Tarub, Nawang Wulan tinggal dan bekerja seperti layaknya seorang istri. Lama-kelamaan, mereka saling jatuh cinta dan memutuskan untuk menikah. Jaka Tarub tidak pernah mengungkapkan bahwa dialah yang mengambil selendang Nawang Wulan. Hidup mereka bahagia, dan tak lama kemudian, mereka dikaruniai seorang anak perempuan yang cantik.


Namun, ada hal aneh yang terjadi di rumah mereka. Setiap kali Nawang Wulan memasak nasi, dia hanya membutuhkan sebutir padi untuk menghasilkan sepanci nasi. Ini membuat Jaka Tarub penasaran, tapi Nawang Wulan melarangnya untuk membuka tutup periuk saat nasi sedang dimasak. Nawang Wulan menjelaskan bahwa jika larangan itu dilanggar, maka sihirnya akan hilang.


Suatu hari, ketika Nawang Wulan sedang tidak di rumah, Jaka Tarub merasa sangat penasaran dan memutuskan untuk membuka tutup periuk. Betapa terkejutnya dia ketika melihat hanya ada sebutir padi di dalamnya. Pada saat itu, Nawang Wulan pulang dan melihat apa yang telah dilakukan oleh Jaka Tarub. Dengan penuh kekecewaan, dia menjelaskan bahwa sekarang dia harus memasak nasi seperti manusia biasa, yang membutuhkan lebih banyak padi.


Kehidupan mereka berubah drastis. Jaka Tarub harus bekerja lebih keras di sawah untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Namun, Nawang Wulan tetap setia mendampingi suaminya meski hidup mereka tidak semudah dulu. Suatu hari, ketika sedang membersihkan rumah, Nawang Wulan menemukan selendangnya yang disembunyikan oleh Jaka Tarub. Dengan perasaan campur aduk antara marah dan sedih, Nawang Wulan mengerti bahwa suaminya telah membohonginya sejak awal.


Nawang Wulan memakai kembali selendangnya dan bersiap untuk kembali ke kayangan. Dia mengatakan kepada Jaka Tarub bahwa dia harus pergi, namun cinta dan kenangan akan selalu ada di hatinya. Sebelum pergi, Nawang Wulan memberikan pesan kepada suaminya untuk merawat anak mereka dengan baik. Dengan linangan air mata, Nawang Wulan terbang ke langit, meninggalkan Jaka Tarub dan anaknya.


Jaka Tarub sangat menyesali perbuatannya. Dia sadar bahwa kebohongannya telah merenggut kebahagiaannya. Namun, dia tetap menjalani hidup dengan tekun, merawat anak mereka dengan penuh kasih sayang, dan selalu mengenang cinta sejatinya, Nawang Wulan. Setiap malam, Jaka Tarub akan menatap bintang-bintang di langit, berharap suatu hari bisa bertemu kembali dengan istri tercintanya.


Seiring berjalannya waktu, Jaka Tarub dikenal sebagai seorang yang bijaksana dan dihormati oleh penduduk desa. Dia kemudian menjadi pemuka desa bergelar Ki Ageng Tarub. Keberaniannya dalam menghadapi segala tantangan serta kebaikan hatinya membuatnya disegani oleh banyak orang, termasuk Brawijaya, raja Majapahit. Suatu hari, Brawijaya mengirimkan keris pusaka Kyai Mahesa Nular supaya dirawat oleh Ki Ageng Tarub. Utusan Brawijaya yang menyampaikan keris tersebut bernama Ki Buyut Masahar dan Bondan Kejawan, anak angkatnya.


Ki Ageng Tarub segera menyadari bahwa Bondan Kejawan sebenarnya adalah putra kandung Brawijaya. Maka, dia pun meminta agar Bondan Kejawan tinggal bersama di desa Tarub. Sejak saat itu, Bondan Kejawan menjadi anak angkat Ki Ageng Tarub dan diganti namanya menjadi Lembu Peteng.


Ketika Nawangsih, putri Jaka Tarub dan Nawang Wulan, tumbuh dewasa, dia dan Lembu Peteng pun dinikahkan. Setelah Jaka Tarub meninggal dunia, Lembu Peteng alias Bondan Kejawan menggantikannya sebagai Ki Ageng Tarub yang baru. Nawangsih sendiri melahirkan seorang putra, yang setelah dewasa bernama Ki Getas Pandawa. Ki Ageng Getas Pandawa kemudian memiliki putra bergelar Ki Ageng Sela, yang merupakan kakek buyut Panembahan Senapati, pendiri Kesultanan Mataram.


(*)