Putri Anjung Larang bersaka Bujangga Manik (zhovena) |
CERITA RAKYAT, PUTRI ANJUNG LARANG
Puteri Anjung Larang dikisahkan sebagai putri Kerajaan Sunda yang rupawan, berkulit indah, bertubuh molek dan perilaku baik, rambut bewarna hitam, ia sudah cantik dari sejak lahir. Tapi meskipun ia sebagai seorang putri Kerajaan yang hampir tanpa cacat, hikayat hidupnya merana, ia ditolak cinta oleh pujaan hatinya, sehingga ia kemudian merana karena cinta.
Kekasih hatinya yang tega menolak cintanya itu, bernama Bujangga Manik ia merupakan pangeran Kerjaan Sunda, yang mempunyai nama asli “Jaya Pakuan”. Kisah penolakan cinta itu bermula dari kisah berikut:
Suatu hari selepas kedatangannya dari pengembaraan mengelilingi pulau Jawa Bujangga Manik sejenak bersantai sambil mengunyah sirih di Paviliun Istana Sang Bhima[2]. Ibunya kemudian mendekati putranya sambil membawa sebungkus hadian yang berisi wewangian dan kain sutra, serta beberapa hadiah lain yang di impor dari manca negara.
Ibunya kemudian berkata, bahwa hadiah-hadiah tersebut berasal dari Puteri Ajung Larang, sepupunya yang kecantikannya tidak seorangpun yang dapat membantah.
Putri Anjung Larang rupanya kepincut akan ketampanan Bujangga manik, ia ingin sekali menyambar Bujangga Manik jika dirinya ditakdirkan menjadi Elang. Ia ingin sekali menerkam Bujangga Manik jika ia ditakdirkan menjadi Harimu. Aku ingin memilikimu, jadikan aku kekasihmu, begitulah keinginan sang Putri yang disampaikan melalui Ibunda Bujangga Manik.
Tapi Bujangga Manik tidak silau dunia, hatinya sudah dipenuhi dengan kecintaan terhadap Sanghyang Dharma, Ia bertekad menjadi seorang Resi Hindu, demi kesuciannya ia tak mau menikah, sehingga keindahan Sang Putri ditampiknya.
Dengan bahasa tegas dan lugas Bujangga Manik berkata, “Euh a(m)bu, kumenep teuing! Lamun diturut carekengdara barang pati(ng)timkeun, eta na carek larangan. Sugan hamo kaawakan.” [“Oh, ibunda, ini buruk sekali! Bila kata-kataku diikuti, hal ini tidak seharusnya dianggap, kata-kata ini terlarang. Semoga tidak terbawa-bawa Puteri Anjung Larang.
(*)