Drs. Tommy Tiranda, Ketua Toraja Transparansi, saat menerima telepon (foto : redaksi 60menit.co.id) |
60Menit.co.id, Jakarta | Pilkada 2024 semakin dekat, waktu terus bergulir. Pihak penyelenggara mulai dari KPU hingga Bawaslu di daerah saat ini sedang melakukan persiapan dengan menyiapkan segala perangkat yang ada. Tak terkecuali, KPU Toraja Utara yang baru saja menetapkan dan mengumumkan anggota PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) yang baru.
Sebanyak 105 orang dinyatakan lolos menjadi anggota PPK yang tersebar di 21 kecamatan. Masing-masing 5 orang di setiap kecamatan. Penetapan Anggota PPK untuk Pilkada 2024 ini tertuang dalam Pengumuman KPU Toraja Utara No: 15/PP.04.2-Pu/7326/4/2024. Diantara 105 anggota PPK itu terdapat 33 orang pegawai pemerintah di lingkup Pemda Toraja Utara.
Terdiri dari PNS atau ASN 6 orang dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) 27 orang. Ini mungkin baru pertama kali terjadi dalam sejarah Toraja dengan jumlah cukup besar dan didominasi PPPK. “Ini baru proses tahapan untuk persiapan pilkada sudah begini. Belum pelaksanaan pemilihannya. Kalau bisa komisioner KPU Torut memberi klarifikasi mengenai ini. Apa pertimbangannya sehingga mereka loloskan para pegawai pemerintah itu jadi PPK apalagi dengan angka 33 itu. Saya juga tidak tahu apakah jumlah sebanyak itu mengisi semua kecamatan yang ada,” ujar Ketua Toraja Transparansi, Drs. Tommy Tiranda.
Dihubungi lewat telepon selulernya, Jumat (17/5) larut malam, jurnalis senior yang juga Direktur Eksekutif WASINDO (Pengawas Independen Indonesia) ini, lebih jauh mempertanyakan izin pimpinan dari ke-33 pegawai pemerintah itu. “Tentu izin bukan lisan tapi tertulis kan begitu. Karena saya baca di aturan mereka dibolehkan jadi PPK dengan izin pimpinan. Pimpinannya kan bupati. Ombas sendiri masih mau maju, apa bisa dijamin yang 33 orang itu netral, tidak memihak ke incumbent. Kan itu persoalannya. Crucial poinnya di situ,” tegas Tommy dari Makassar.
Dia meminta para komisioner KPU Torut belajar dari proses Pilpres yang lalu dimana KPU RI kerap divonis DKPP telah melakukan kesalahan namun tidak disanksi. “Belajarlah dari Pilpres yang lalu, tahapan terus berjalan sementara ada masalah di tahapan yang lain dilewatkan begitu saja, akhirnya menyasar ke sengketa proses di MK. Harusnya sengketanya mengenai hasil, ini masuk ke sengketa proses,” jelasnya.
Mengamati kondisi yang tampak di level penyelenggara Pilkada seperti KPU Torut saat ini, Tommy mewanti-wanti beban dan tantangan kerja pengawasan ke depan akan meningkat. “Kita berharap semua perangkat pengawasan bergerak maksimal. Tidak hanya Bawaslu, para pemantau dari lembaga yang ada termasuk aktivis LSM dan Ormas, tapi juga teman-teman pers dengan fungsi kontrol sosial yang dimiliki, semua bersatu padu mengawal pilkada ke depan agar berjalan damai, demokratis dan jurdil,” ucapnya. (red)