Gambar Ilustrasi (redaksi 60menit.co.id) |
60Menit.co.id, Jakarta | Sungguh menyalahi etika dan norma jika seorang oknum wartawan berprilaku surut dalam menjalankan profesinya. Prilaku surut itu tentu saja berbanding terbalik dengan misi dan tugas yang diemban sebagai penyebar informasi dan alat kontrol sosial. Sejatinya, wartawan memiliki independensi dengan idealisme dan integritasnya serta objektif tanpa dipengaruhi pihak manapun.
Beda dengan sepak terjang wartawan di dua kabupaten, Tana Toraja dan Toraja Utara. Beragam prilaku mereka. Ada yang dalam melaksanakan tugas, terindikasi sering mengancam dan meneror ASN terutama pejabat. Tujuannya agar para ASN merasa takut dan sungkan terhadap sang wartawan. Ancamannya biasa berbunyi akan memuat berita miring tentang ASN atau pejabat bersangkutan.
“Saya tulis kamu nanti di berita kalau kamu macam-macam,” demikian bunyi ancaman yang sering terngiang di telinga. Ironisnya, ancaman dan teror itu kadang membuahkan hasil berupa kegiatan atau proyek. Seperti proyek pengadaan papan informasi yang, menurut hasil pelacakan, diberikan seorang pejabat kepada satu-dua oknum wartawan. Hitungan satu-dua ini bisa saja masih akan bertambah.
Fatalnya, di internal wartawan terjadi saling sikut guna berebut simpati di hadapan ASN atau pejabat. Tidak tanggung-tanggung, dengan merendahkan rekan wartawan yang lain. “Tidak ada apa-apanya itu, nantipi saya kasih tahu dia supaya jangan dia muat lagi. Dia tidak ulangmi lagi itu, lihatmi nanti,” demikian ucapan yang sering dilontarkan oknum wartawan tersebut. Diksi ini digunakan untuk meyakinkan sang pejabat. (anto)