Maulana Syekh Muhammad Zahid Sulthani As Shiddiq (Ulama Sufi Dzuriyat Khalifah Abu Bakar As-shiddiq) (zhovena) |
Dalam Islam ada empat tahapan perjalanan spiritual kepada ALLAH SWT.
Tahap pertama adlah Syariat (Fiqh) yaitu mempelajari tata cara ibadah dengan baik dan benar sesuai tuntunan Al-Qur'an dan Al hadist Nabi SAW serta mengetahui hukum-hukum dasar dalam islam. Sesuai dengan salahsatu Empat Mazhab Fiqih yang terkenal di dunia islam, yaitu Mahzab Syafii, Maliki, Ahmad Ibnu Hanbal dan Hanafi.
Tahap ke-dua adalah Tharikat (Jalan) yaitu mempelajari tata cara melaksanakan amalan batin seperti Dzikir dengan baik dan benar sesuai tuntunan Al-Quran dan al-hadist Nabi SAW. Orang yang berjalan menuju ridho ALLAH SWT adalah disebut Salik sedangkan yang membimbingnya disebut Guru Mursyid.
Tahap ketiga yaitu Hakikat (kebenaran) yaitu, ketika jiwa si Salik (orang berjalan dalam pembersihan hati) akan memasuki Rahasia Illahiah (Dimensi/alam Rububiyah) yang serba terahasiakan, biasa-bisanya si salik menyaksikan berbagai Rahasia perwujudan alam.
Yaitu dengan segala serba serbi di kehidupan tersebut melalui pandangan hati yang bersih dan bercahaya, di situ pula sang salik mulai melihat dan memahami tentang keberadaannya. Kenapa ALLAH SWT menciptakan dia dengan segala masalah yang dihadapi di dalam hidupnya.
Tahap keempat yaitu Makrifat (pengenalan)
Ketika si salik sudah memasuki rahasia keghaiban yang sangat halus terahasiakan maka di situ dia sudah melihat ALLAH SWT yang Maha Sempurna dan Maha Indah itu. yang bertajjali (penampakan) melalui perwujudan setiap benda yang diciptakan-NYA, dan di situ juga si salik mengenal Betapa ALLAH SWT Maha Kembut dan Penyayang dalam Perwujudan yang Esa (tunggal).
Apabila sudah menguasai empat tahapan itu, Maka dia lah yang disebut dengan Mukmin atau Iman yqng sempurna, dan kedamaian selalu meliputi hidupnya. Maka masuklah dia ke Jamaah Hamba-hamba ALLAH SWT yang terpilih untuk memasuki Nikmatnya Syurga Firdaus, yaitu Syurga Tingkat ketujuh di bawah Surga para Nabi dan Rasul.
Barakallahu Fikum, Wallohu Bisawab, mohon maaf jika tidak berkenan, hanya menyampaikan ajaran saja (sang fakir)
(*)