Tampak alat berat Excavator sedang bekerja di lokasi tambang Sindu Agung Berkah. Gambar ini diambil, kemarin, Kamis (15/12). (dok.ist) |
60MENIT.co.id, Jakarta | Penambangan ilegal atau tanpa IPR (Izin Penambangan Rakyat) untuk bahan Galian di Luwu Timur, terus berlangsung. Para penambang rakyat terutama yang tidak berada di bawah binaan APRI (Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia), tetap melakukan aksinya secara liar tanpa peduli rambu-rambu aturan yang berlaku.
Salah satu usaha tambang galian yang kini terus beroperasi di Lutim, tepatnya di Mangkutana, adalah yang dikelola Sindu Agung Berkah diketuai Muh. Toha M. Kantornya berada di Desa Margolembo, Kecamatan Mangkutana. Awalnya, Sindu Agung dinaungi APRI dengan Special Member Certificate RMC (Responsible Mining Community).
Lokasi tambang Sindu Agung Berkah di Desa Margolembo, Kec. Mangkutana, Kab. Luwu Timur. (dok.ist) |
Sindu Agung teregistrasi di APRI dengan nomor 73-24-010-10-2022 dan kategori RMC Konsolidasi. Namun, dalam perjalanannya selaku anggota APRI, pihak Sindu Agung, Kamis (15/12) kemarin, menyatakan, mundur dari APRI dengan alasan sejauh ini tidak beroleh manfaat. Hal ini disampaikan Toha, ketika ditemui di Mangkutana, kemarin.
"Polisi datang itu nanya dulu, nah kita pegang piagam (red, sertifikat RMC) dia tidak mau tahu, dia kesampingkan, dia tidak mengerti. Ini kan mungkin minggu ini ada lagi dari Polda datang. Makanya saya pegang ini barang (sertifikat RMC maksudnya), saya kasih lihat polisi, polisi tidak mau tahu," ujar Toha yang ketika bicara tertangkap rekaman.
Mobil Dump Truk sedang pemuatan. (dok.ist) |
Tapi, yang mengherankan, walaupun tidak punya IPR, kata Toha, pihaknya tetap jalan. "Kegiatan tidak dihentikan. Ini kan orang Polda mau datang dengan ESDM Makassar. Jadi polisi tidak mau kalau saya kasih dia, dia kesampingkan. Tidak mau bicara masalah melalui asosiasi. Yang dia tanya itu IUP, kecuali saya pegang IPR mungkin," ucap Toha lagi.
Dengan mundurnya Sindu Agung dari APRI maka mulai hari ini, Jumat (16/12), Toha dkk tidak lagi berkegiatan RMC. Padahal, keberadaan APRI sendiri adalah sebagai wadah penghimpun para penambang rakyat dengan membina mereka dan memfasilitasi terbitnya IPR. Keluarnya IPR ini didahului pemberian WIUPR dari Pemda setempat lewat usulan APRI.
Made Suardika |
Pihaknya, tambah Toha, membutuhkan IPR. Ini karena yang diminta aparat kepolisian yang turun ke lokasi adalah IPR. "Saya tidak paham apakah oknum penegak hukum tahu atau pura-pura tidak tahu hubungannya dengan RMC dan APRI," tutur Musa Karim, Ketua DPC APRI Luwu Timur, via WhatsApp, kemarin. Hal sama dilontarkan Made Suardika, Korwil APRI Luwu Raya.
Menurut Suardika, ketika dihubungi melalui sambungan telepon seluler, hari ini, Jumat (16/12), jika ada penambang rakyat tidak dinaungi APRI dan belum memiliki IPR tapi tetap beroperasi, berarti diduga ada beking. "Seperti disampaikan Pak Toha, katanya pernah didatangi Pak Khaeruddin dari Polres Lutim tapi setelah itu tetap jalan. Sertifikat RMC APRI katanya dikesampingkan," bebernya.
(anto)