60menit.co.id | Direktur Eksekutif Perkumpulan WASINDO. (Foto : zho) |
60MENIT.co.id, Jakarta | Masalah yang menimpa masyarakat terdampak aktivitas tambang di desa Mosiko dan desa Lelewawo, Kecamatan Batu Putih, Kabupaten Kolaka Utara (Kolut), seperti dirilis sebuah media online lokal di Sultra, baru-baru ini, mengundang reaksi Direktur Eksekutif Perkumpulan WASINDO (Pengawas Independen Indonesia), Drs. Tommy Tiranda.
Pimpinan pusat WASINDO ini meminta pihak KemenLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) agar turun tangan dan tidak membiarkan warga masyarakat lokal di Batu Putih itu terus menerus terdampak akibat lahan mereka tidak lagi dapat digunakan sesuai fungsinya. "Harus ada tindakan segera dari KemenLHK, tidak bisa berlarut-larut. Kalau perlu turunkan tim Gakkum KLHK Sulawesi," tegas Tommy.
Dihubungi via telepon genggam, Jumat (22/7) siang, pria yang juga jurnalis senior investigator ini, bahkan meminta semua aktivitas tambang yang bermasalah dengan IUP alias ilegal di Sultra, agar diinspeksi dan ditindaki. "Turunkan inspektur tambang (IT). Seperti di Batu Putih Kolut saya heran kok ribut soal lahan warga terdampak. Berarti pengelolaan lingkungan hidupnya tidak beres," terang Tommy dari Palu Sulteng.
Dengan adanya masalah tersebut, ia jadi sangsi dengan izin lingkungan perusahaan tersebut. "Karena syarat untuk dapat IUP itu kan salah satunya punya izin lingkungan, bukan ujug-ujug. Kemudian sosialisasi kepada masyarakat. Lalu sekarang masyarakat ribut karena terdampak. Ini menimbulkan pertanyaan soal legalitas perusahaan punya IUP atau tidak," bebernya.
Jika ada indikasi penyimpangan atas lingkungan dan legalitas soal IUP, Tommy meminta aparat berwenang tanggap dan menindak tegas dengan memproses. Diketahui, informasi mengenai laporan masyarakat terdampak di Batu Putih Kolut ini muncul setelah pengurus Lembaga Adat Tolaki (LAT) dan Dewan Adat Patowonua (DAP) turun langsung melakukan investigasi berdasarkan pengaduan.
Sekretaris LAT Kolut, Abu Bakri, yang langsung memimpin investigasi di Mosiku dan Lelewawo, Batu Putih.
“Kami turun ini atas adanya aduan dan surat masyarakat dari desa Lelewawo dan Mosiku ke lembaga adat tolaki (LAT) Kolaka Utara, kami diminta masyarakat untuk menangani permasalahan yang mereka alami. Permasalahannya adalah adanya lahan mereka yang terkena dampak akibat dari pertambangan yang dilakukan," ucap Bakri.
Aktivitas penambangan itu, menurut Bakri, dilakukan pihak PT Kasmar Tiar Raya (KTR). "Dampaknya ke lahan masyarakat seperti persawahan sekitar 20 hektar. Ada 16 orang warga pemilik," ungkap Bakri, Selasa (19/7). Lahan seluas itu ditanami ribuan pohon sagu dan persawahan. Namun tidak lagi bisa diolah karena tenggelam lumpur dan air berwarna merah.
“Sagu sudah tidak bisa diolah menjadi makanan karena sudah digenangi lumpur serta sudah banyak yang mati. Mirisnya lagi saat kami melihat langsung pohon sagu yang masih kecil dan baru tumbuh sudah pada mati dan ini akan menuju kepunahan ketika ini dibiarkan terus," tutur Bakri menjelaskan.
(red)