60menit.co.id (Foto Doc. Redaksi) |
Oleh ; Jacob Ereste
60MENIT.co.id, Jakarta | Tak ada jalain lain untuk membenahi carut marut negeri kita Indonedia kecuali mengajak semua orang untuk meniti jalan sufi. Karena jalan sufi itu harus dilakukan dengan hati yang bersih dan jujur serta tulus dan ikhlas, juga tak suka bersikap mewah. Hingga pola hidup sederhana menjadi bagian dari pilihan sikap kaum sufi. Cara hidup ini sudah bisa mengerem birahi kemaruk dan kalap mengumpulkan harta benda tanpa cara yang halal. Laku spiritual yang sederhana itu seperti yang sudah dipertunjukkan oleh para Bhikhu mulai dari cara berpakaian hingga makan. Umumnya para Bikhu yang melakoni ajaran tuntunan Budha itu memiliki pola makan hanya sekali sehari sampai pada jam 12.00. Selebihnya para Bhiku itu baru makan kemudian pada jam 12.00 esok hari berikutnya. Jadi cara makan seperti itu cukup mampu menjadi kendali rasa tamak dan rakus untuk hal-hal yang lebih luas sifatnya. Masalah duniawi, materialisme, konsumeristik, marak menandai sikap dan perilaku yang dianggap jamak. Perbuatan atau keganderungan menumpuk harta benda seakan-akan bisa dibawa mati. Padahal saat mati pun dalam tata cara Islam yang disertakan hanya sebatas kain kafan semata.
Untuk membenahi carut marut negeri kita Indonesia utamanya dalam tatanan budaya harus menukik pada etika dan moral. Sebab orang yang pintar di Indonesia sudah cukup banyak. Tapi yang tidak beretika dan tidak bermoral jauh lebih banyak. Akibatnya pun ikut mempengaruhi mereka yang kuat memegang etika dan moral. Hingga akibatnya semakin menambah jumlah mereka yang terkontaminasi etika dan moral serta akhlaknya yang digrogoti oleh pilihan sikap hidup dan kehidupan dalam berbangsa dan bernegara serta bermasyarakat.
Jadi dengan sadar arau tidak sadar, secara diam-diam atau dengan sembunyi-sembunyi bantak orang semakin abai pada etika, moral dan akhlaknya. Maka itu masalah seks bebas pun telah diwacakan legalitasnya di negeri kita.
Nyaris tak lagi ada yang tabu. Semua terbuka bebas, seolah segala bisa telanjang, tanpa rasa risi. Apalagi pamali. Sehingga mulai dari bilik ekonomi semakin marak tipu daya, pengemplangan atau bahkan perampokan dengan cara terang-terangan, semacam dan perselingkuhan yang dilegalkan.
Keambrukan etika dan moral hingga akhlak manusia di Indonesia telah melampaui titik nadir. Mungkinkah kembali atau tinggal menunggu waktunya terkapar tak berdaya guna menata hidup dan kehidupan yang lebih baik dan lebih beradab pada masa depan. Maka atas dasar rasa keprihatinan inilah GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) mengambil peran bersama Forum Lintas Agama giat membangun dan mengobarkan gerakan kebangkitan kesadaran spiritual anak bangsa Indonesia, karena perubahan menuju perbaikan etika, moral serta akhkak yang telah ambruk hanya bisa dilakukan oleh pemimpin yang berbasis spiritual, bukan pemimpin politik, apalagi pemimpin dari bilik ekonomi yang cenderung mengabdalkan nilai-nilai ekonomi yang selalu berhitung tentang untung dan rugi dalam kalkulasi ekonomi atau nilai-nilai materi.
GMRI dan Forum Lintas Agama di Indonesia, kata Eko Sriyanto Galgendu telah mewakafkan diri bersama segenap relawan demi dan untuk pergerakan kebangkitan kesadaran spiritual melalui lintas agama, lintas suku serta lintas profesi dan lintas keilmuan apapun tanpa sekat untuk bisa mendekat kepada Tuhan Yang Maha Esa, seperti yang telah menjadi komitmen dan kesepakan bagi segenap warga bangsa Indonesia yang termaktub dalam sila-sila Pancasila dan preambule UUD 1945 yang asli dan otentik.
TMII, 12 November 2021.