60menit.co.id | Seruan KH Hasyim Asyari Untuk Ulama dan Masyarakat Jawa. |
Wartaan : Asep Dahalank (Bandung)
60MENIT.CO.ID |
Dari `aqallil khaliqah, bahkan seseorang yang sebenarnya bukanlah apa-apa, Muhammad Hasyim Asy’ari ‘afallahu ‘anhu wa ‘an walidaihi wa ‘an jami’il muslmien, Amiien
Kepada Saudara-saudara kami yang terhormat, penduduk Jawa dan sekitarnya, para ulama dan masyarakat awamnya
ٱلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ ٱللَّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ
Sungguh telah sampai padaku bahwa diantara kalian hingga kini masih ada yang menyalakan api fitnah dan pertikaian. Maka, aku merenungi, apa sebabnya. Saat itulah, (terjawab) sebabnya adalah apa yang tengah terjadi di tengah-tengah penghuni masa ini; mereka telah mengganti dan merubah kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah telah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara, maka perdamaikanlah (urusan) antara dua belah pihak saudara kalian.” (QS. Al-Hujrat:10). Sedangkan mereka justru menjadikan sesama mukmin sebagai musuh dan tidak memperbaiki, tapi malah merusaknya.
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Janganlah kalian saling menghasud, jangan saling membenci, dan jangan saling berpaling. Jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang saling bersaudara.” Sedangkan para penduduk masa kini saling hasud, benci-membenci, berebutan, dan selalu bermusuhan.
Wahai para alim ulama yang masih fanatik terhadap madzhab atau pendapat (qaul) tertentu, mari tinggalkan kefanatikan Anda dalam hal-hal cabang (furu’iyyah) dimana ulama pun berselisih atas dua pendapat; ada yang menyatakan, “Semua mujtahid itu benar,” sedangkan yang lain berkata, “Mujtahid yang benar hanyalah satu, tapi yang salah tetap berpahala.” Maka, segera abaikan sifat fanatik ini, tinggalkan jurang yang menenggelemkan ini.
Dan mari besama-sama membela agama Islam, dan berjuang untuk menolak mereka yang melecehkan Al-Quran, sifat-sifat Allah Ar-Rahman dan mendakwakan ilmu-ilmu sesat serta kepercayan-kepercayaan yang merusak. Jihad melawan mereka merupakan sebuah kewajiban. Oleh karena itu, sibukkan diri Anda dengan berjihad membendung mereka.
Duhai masyarakat, diantara kalian banyak orang kafir yang menguasai penjuru wilayah, bahkan ada diantara kalian yang bangkit meniti bersama mereka, sangat peduli dengan bimbingan mereka.
Maka, wahai para ulama, dalam permasalahan pelik inilah, Anda seharusnya berjuang dan fanatik. Sedangkan sifat fanatik dalam hal-hal cabang keagamaan dan Anda mengajak dengan paksa seluruh masyarakat untuk hanya mengikuti satu madzhab atau pendapat, fanatik seperti ini merupakan sesuatu yang Allah pun tidak terima, dan Rasulullah takkan pernah ridha. Tidak ada faktor yang mendorong Anda seperti ini kecuali benar-benar murni fanatik, saling bersaing, dan hasud-menghasud. Andai saja Imam Syafi’i, Abu Hanifah, Malik, Ahmad, Ibn Hajar, dan Ramli masih hidup, niscaya mereka teramat mengingkari sikap Anda dan melepaskan diri dari tindakan Anda ini.
Anda selalu mengingkari (mempermasalahkan) persoalan-persoalan yang masih diperselisihkan oleh ulama, sedangkan Anda sudah sering melihat banyak sekali orang awam -yang hanya Allah tahu jumlahnya- meninggalkan salat. Meski jelas hukuman orang yang meninggalkan salat menurut kesepakatan Imam Syafi’i, Malik, dan Ahmad adalah lehernya dihunus dengan pedang, tapi Anda malah tidak pernah mempermasalahkan mereka. Bahkan, andai saja ada satu orang dari Anda melihat banyak sekali tetangganya yang sering mengabaikan salat, tapi malah membiarkan mereka. Lantas, bagaimana bisa Anda selalu mempermasalahkan hal-hal furu’iyyah yang masih terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama fiqh (fuqaha’)? Sedangkan Anda tidak sering mempersoalkan hal-hal yang telah disepakati atas keharamannya, seperti zina, riba, minum khamr, dan lain sebagainya. Anda seolah tak pernah peduli dengan “kecemburuan” (kemurkaan) Allah tentang hal-hal yang jelas keharamannya. Yang Anda pedulikan hanyalah kecemburuan demi Imam Syafi’i dan Ibn Hajr.
Pada akhirnya, sikap demikian itu menimbulkan perpecahan kelompak, terputusnya ikatan silaturrahim, berkuasanya mereka yang bodoh atas Anda, runtuhnya kewibawaan Anda di mata masyarakat umum, tanggapan tidak layak dari orang-orang bodoh terhadap harga diri Anda. Maka, Anda tengah merusak orang-orang bodoh itu dengan perkataan mereka mengenai Anda, sebab daging Anda itu setiap saat beracun, sebab Anda merupakan ulama. Anda tengah merusak diri Anda dengan dosa-dosa agung yang senantiasa Anda lakukan.
Duhai para alim ulama, ketika Anda melihat masyarakat yang melakukan sebuah amalan dengan menganut imam madzhab tertentu yang kredibel, meskipun itu pendapat lemah, tapi Anda tidak sepakat dengan mereka, maka jangan sekali-kali berlaku kasar terhadap mereka, bimbinglah mereka dengan lemah-lembut.
Namun, jika mereka tetap tidak mengikuti Anda, maka jangan pernah posisikan mereka sebagai musuh. Sebab perumpamaan yang melakukan demikian itu bagai mereka yang telah membangun istana, tapi membinasakan kota sekaligus. Dan jangan pula menjadikan keengganan mereka untuk mengikuti Anda sebagai sebab pecah belah, pertikaian, dan permusuhan. Karena demikian itu merupakan kejahatan publik dan pelanggaran besar yang mampu meruntuhkan peradaban umat, yang bisa menutup seluruh pintu-pintu kebaikan yang ada di depannya.
Oleh sebab itu, Allah yang Agung telah melarang para hamba-Nya yang beriman untuk saling bertikai dan mewaspadai mereka akan dampak-dampak buruknya dan hasil-hasil pahitnya. Allah telah berfirman, “Dan janganlan kalian saling bertikai, maka akhirnya kalian lemah dan “aroma” kalian pun sirna.”
Duhai umat Islam, sungguh, dalam peristiwa-peristiwa terkini, terdapat banyak sekali pelajaran ‘ibrah (untuk direnungkan) dan juga petuah-petuah bergelimang. Darinya, seorang yang cerdas pasti lebih banyak mampu menarik faidah ketimbang dari petuah-petuah sang penceramah dan nasihat-nasihat sang mursyid. Yah, peristiwa-peristiwa termaksud adalah segala peristiwa yang sedang melintasi kita setiap saat ini.
Apakah sudah saatnya bagi kita untuk menyaring pelajaran ‘ibrah dan menarik petuah dari seluruh peristiwa ini? Apakah sudah saatnya bagi kita untuk segera mewaraskan diri dari mabuk, menyadarkan diri dari kelalaian kita, lantas mengetahui bahwa keberuntungan kita bergantung erat pada spirit saling tolong menolong diantara kita, persatuan kita, kejernihan nurani kita, dan ikhlas antara sebagian dengan sebagian yang lain?
60menit.co.id |
Atau masihkah kita senantiasa dalam kondisi bercerai berai, saling menghina, terpecah belah, penuh kemunafikan, rasa dendam, hasud, dan dalam kesesatan yang kelam? Padahal sebenarnya agama kita ini satu; agama Islam, madzhab kita ini satu; madzhab Syafi’i, wilayah kita ini masih satu wilayah; wilayah Jawa, dan padahal kita semua ini masih sama-sama tergolong ahlissunnah wal jama’ah. Maka, demi Allah, sungguh kondisi cerai berai demikian ini merupakan malapetaka yang jelas dan kerugian yang besar!
Duhai umat Islam, bertakwalah selalu kepada Allah, kembalilah kepada kitab suci Tuhan kalian, beramallah atas tuntunan sunnah nabi kalian, dan senantiasa ikutlah bersama ulama terdahulu yang shalih-shalih, niscaya kalian akan beruntung sebagaiman mereka telah beruntung, dan kalian akan berbahagia sebagaimana mereka telah bahagia.
Takutlah kalian terhadap Allah, damaikanlah perselisihan antara dua belah pihak saudara kalian, salinglah tolong menolong atas kebijakan dan takwa, jangan sesekali saling menolong atas dosa dan permusuhan, niscaya Allah akan meliputi kalian dengan kasih sayang-Nya, meratakan sifat Ihsan-Nya untuk kalian, serta jangan pernah seperti mereka yang berujar, “Kami telah menyimak,” ternyata mereka sama sekali tidak pernah menyimak.
Dan salam sejahtera, baik di permulaan maupun saat penutupan.
(Hadlratus Syaikh KH.) Muhammad Hasyim Asy’ari
Tebu Ireng, Jombang
Diterjemah bebas pada malam Jumat, 02:31 AM, 12 September 2014
Mahallah Sayyidina Zubair bin ‘Awwam, PG 1.8, UIA
Gombak-Kuala Lumpur
Wallahu `a’lam bish showwab
(Asep Dhalank)