60menit.com, Garut - Pengunjung objek wisata pantai Sayangheulang, Kabupaten Garut, menurun drastis pascamunculnya informasi akan terjadinya tsunami di sepanjang laut selatan Pulau Jawa setinggi 20 meter.
Seperti terpantau di sepanjang bibir pantai Sayangheulang tidak banyak terlihat mobil maupun sepeda motor pengunjung. Sehingga warung, lahan parkir, dan penginapan yang berjejer di sepanjang pantai itu terlihat sepi. Selasa (6/10/2020)
Hanya ada beberapa warung dan penginapan yang buka dan menawarkan sewa penginapan. Selain bukan pada hari libur, sepinya pengunjung juga dikarenakan saat itu air laut sedang terlihat pasang.
Menurut petugas pintu masuk objek wisata Sayangheulang, Safitri (35), pengunjung ke objek wisata pantai Sayangheulang menurun drastis pasca informasi akan terjadi tsunami setinggi 20 meter. Petugas pintu masuk yang dibagi tiga shif, setiap shifnya hanya mencatat tidak lebih dari 6 mobil pengunjung yang masuk. Sehingga pengunjung per hari tidak lebih dari 20 mobil.
“Wah sangat menurun drastis kalau pengunjung dari luar daerah mah. Kalau pengunjung lokal yang menggunakan sepeda motor mah ada saja,” kata dia.
Salah seorang pemilik warung dan penginapan di objek wisata pantai Sayangheulang, Nunun (58), mengakui kalau pengunjung ke objek wisata Sayangheulang masih ada setiap hari libur Sabtu dan Minggu tetapi terjadi penurunan.
Nunun pun mengetahui informasi akan ada ombak besar memang ramai diperbincangkan, namun dia masih memilih berjualan karena dianggapnya situasi tetap aman.
“Semalam, warga Kampung Pabuaran, Desa Mancagahar, banyak yang berkemas karena mendengar pengumuman dari mobil patroli yang menyebutkan harus waspada. Sehingga banyak yang panik dan mengemasi pakaian karena mendengar pengumuman itu dianggapnya akan ada tsunami,” ujar dia.
Menurut Nunun, dirinya masih bertahan berjualan di warung karena bencana alam itu sudah digariskan dalam ketetapan takdir Yang Kuasa. “Kita tidak bisa melampaui ketentuan yang di atas meski tetap harus waspada,” katanya.
Nunun mengaku sejak kecil sudah mendengar ceritera turun temurun tentang ombak besar yang sering di sebut “Guntur Ageung”. Ombak seperti bahkan hingga naik ke daratan yang kini digunakan warung dan penginapan.
Ia menjelaskan, dahulu di sepanjang pantai rapat oleh tumbuhan pandan, sehingga jika ada ombak besar tidak langsung menerpa daratan tapi terhalang dahulu tanaman pandan yang rapat sehingga pasir pun tidak tergerus air laut.
“Sudah dua hari ini air laut sedang pasang sehingga aktifitas mencari rumput laut terhenti, hanya nelayan yang menjaring lobster masih ada,” ucap Nunun.