60menit.com, Garut - Rapat Kerja Pemerintah Kabupaten Garut dengan agenda sikap Buruh terkait Mogok Nasional buruh pada tanggal 6 sampai 8 oktober 2020 nanti terkait Penolaka Omnibus Law Ciptaker berlangsung di ruang rapat kantor Bupati Garut, Jalan Pembangunan, Tarogong Kidul, Garut, Jawa Barat, Jumat (02/09).
Rapat Kerja ini dihadiri oleh Kapolres Garut, Dandim Garut unsur Pemkab, Apindo serta organisasi Serikat Pekerja se kabupaten Garut berlangsung dengan suasa dinamis.
Federasi Serikat Pekerja Garut (FSPG) Lewat Ketua Umumnya Indra Kurniawan S.H. menyampaikan beberapa hal penting terkait hal tersebut, yang pertama sikap Federasi jelas Menolak substansi RUU Ciptaker ini yang berkaitan langsung dengan Job Security Pekerja yang berpotensi melemahkan Posisi Buruh.
“Kemudian yang kedua penolakan juga didasari pada RUU itu peran serikat pekerja pada proses PHK kaum buruh tidak mendapatkan tempat formil sebagai pendampingan karena PHK bisa dilakukan hanya atas dasar kesepakatan antara Pengusaha dan buruh yang sangat rentan intimidasi,” terang Indra.
Lebih jauh Indra Kurniawan juga menyampaikan bahwa mogok kerja atau demonstrasi adalah sebuah Hak yang dilindungi konstitusi namun pada posisi ini FSPG akan melakukan cara-cara lain dalam hal penolakan dengan upaya hukum konkrit berupa uji materi (Constitusional Review) terhadap MK Ketika UU Cipatker ini diketok palu oleh DPR-RI.
“Tentunya dalam kondisi Covid-19 kerumunan masa yang berbentuk mogok kerja dan atau Demonstrasi adalah sebuah pertimbangan yang disamping secara legalitas itu adalah sebuah Hak akan tetapi pertimbangan Kesehatan dan penyebaran Covid 19 harus menjadi unsur penting yang jadi kalkulasi,” imbuhnya.
Lebih lanjut FSPG menyampaikan juga bahwa membicarakan tenaga kerja harus fokus terhadap kendala- kendala operasional serta kelembagaan yang ada di kabupaten Garut saat ini.
“Kita memiliki masalah yang sangat serius di bidang hubungan industrial dimana secara fakta angka-angka tingkat kepatuhan ketenagakerjaan di kabupaten Garut baru berada di kisaran 50%. Itu artinya kondisi Hubungan Industrial masih menyisakan masalah ketenagakerjaan sebesar 50% yang tersebar dengan variable-varible komplek seperti pemenuhan Upah Pokok, Jaminan BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, Intimidasi pengusaha kepada pekerja, dan potensi-potensi Union Busting yang sering terjadi di perusahaan- perusahaan yang ada di kabupaten Garut,” ujarnya.
Lanjut dikatakan Indra, pihaknya secara fakta memiliki Statistik tervalidasi akan kondisi ini dimana pada usulan konkrit yang disampaikan adalah keberadaan Desk Tenaga kerja di Kepolisian, penguatan Fungsi Pengawasan tenaga kerja dengan penambahan SDM dan Kompentensi yang berbasis data.
“Lalu penguatan pembinaan dan kedalaman Analisa masalah oleh dinas tenaga kerja kabupaten Garut. Hal ini penting sebagai Langkah terukur para stakeholder agar masalah buruh di kabupaten Garut tidak selesai di ruang rapat yang bersifat Retorik,” tegasnya.
Menurut Indra, harus ada identifikasi masalah yang terstatistikan dengan proper dan Analisa masalah yang koheren sehingga urgensi penyelesaian masalah buruh mendapat prioritas dari pemerintahan daerah baik secara anggaran, program dan operasional.
“Kami pun merasa punya harapan Ketika Pak Kapolres juga dalam pembicaraan terpisah cukup meng amini rencana Desk Ketenagakerjaan di Kepolisian meskipun harus di bentuk objective kelembagaannya secara detail agar tingkat efektivitas nya tinggi dan tepat sasaran,” katanya.
FSPG juga berkomitment bahwa sinergitas antar Lembaga terkhusus dalam perbaikan buruh di kabupaten Garut harus dibuat dengan penuh keseriusan dan memiliki metode yang handal agar pertumbuhan ekonomi dari sektor perburuhan dapat mempengaruhi laju pertumbuhan kabupaten Garut yang tentunya diantara parameter IPM adalah income Perkapita yang salah satu penunjangnya standar kehidupan layak dalam dimensi pengupahan tenaga kerja yang minimum harus memenuhi unsur normative.
“Senada dengan yang disampaikan Sahabat-Sahabat SBCSI – KASBI bahwa Pemkab Garut melalui Eksekutif dan Legislatif nya harus mendorong urgensi penolakan Omnibus Ciptaker secara vertical ke pemerintaha pusat secara Simultan demi perlindungan para buruh,” pungkasnya.