60menit.com, Garut - Petani di Kabupaten Garut saat ini hanya bisa mengeluh atas situasi dan kondisi perekonomian yang dirasakan kian sulit di tengah pandemi Covid-19 tak berkesudahan.
Kendati produk pertanian yang dihasilkan bagus dan berlimpah, mereka tak bisa menikmatinya. Sebab, produk berlimpah membuat harga hasil pertanian menurun. Hal itu diperparah terus menurunnya daya beli masyarakat terdampak pandemi Covid-19.
“Harga jual yang murah bahkan tak mampu menutupi kebutuhan biaya angkut hasil pertanian,” kata Wawan salah seorang petani warga Kecamatan Cikajang, Sabtu (12/9/2020).
Ia menambahkan, banyak petani lebih memilih membiarkan tanamannya hancur sendiri di lahan pertaniannya. Kondisi tersebut terutama menimpa petani sayuran seperti tomat, kol, dan sayuran lainnya.
“Rata-rata (sayuran) dihargai Rp500 per kilogram. Sedangkan untuk ongkot angkutnya saja dari lokasi (kebun) ke tempat penyimpanan atau kendaraan Rp600 per kilogram. Mau ada untung bagaimana kalau seperti ini?” ujar Wawan.
Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Garut Rahmat Jatnika membenarkan situasi memprihatinkan menimpa kalangan petani di Garut saat ini. Kendati kalau dihitung untuk kebutuhan masyarakat Garut terkecuali bawang putih, ketersediaan sayuran sampai September ini terbilang mengalami surplus.
“Kalau untuk produksi, bagus. Makanya, secara ekonomi, barang banyak, ya harga menjadi turun. Ditambah berkaitan dengan Covid-19, ada pengaruhnya dari turunnya daya beli masyarakat.
Rahmat mengatakan, pihaknya juga tak bisa berbuat apa-apa dengan melorotnya harga sayuran saat ini karena pihaknya hanya berkonsentrasi pada
“Untuk saya, fokus di produksi. Ke hilirnya, berkaitan distribusi dan perdagangan, ada di pihak lain,” ujarnya.