60menit.com, Garut - Elemen pemuda yang mengatasnamakan Kaukus Pemuda Garut (KPG), Rabu (26/8/2020) mendatangi Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Garut, yang berada di Jalan Merdeka, Kabupaten Garut. Kedatangan mereka guna melaporkan dugaan tindak pidana korupsi anggaran tunjangan perumahan DPRD tahun anggaran 2018-2019. Yang mana diduga terjadi mark up harga yang tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah no. 18 tahun 2017 Tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD pasal 17 ayat 2.
Berdasarkan UU No 23 Tahun 2014, Pasal 178 ayat (3) diatur bahwa pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten/Kota berhak memperoleh tunjangan yang besarannya disesuaikan dengan kemampuan daerah. di Kabupaten Garut, berdasarkan Peraturan Bupati No. 80 Tahun 2017 Tentang Perubahan atas Peraturan Bupati no. 58 Tahun 2017 Tentang Petunjuk teknis Pelaksanaan Peraturan daerah No 6 Tahun 17 TENTANG Hak Keuawangan dan administrative Pimpinan dan angora DPRD. DPRD Kabupaten Garut pada tahun anggaran 2018 telah menganggarkan kebutuhan Tunjangan Perumahan sebesar Rp. 7.018.000.000,- dan pada Tahun anggaran 2019 sebesar Rp 7.656.000.000,-.
" Kami menilai, serat dengan dugaan tindak pidana korupsi. Apalagi dugaan mark up harga terjadi dalam kebijakan tidak mengambil asaa kepatutan," ujar Lukmanul Hakim, anggota Kaukus Pemuda Garut, Rabu (26/8/2020).
Dikatakan Lukman, besaran tunjangan perumahan berdasarkan peraturan Bupati tersebut sebesar Rp. 16.500.000,- /bulan untuk Ketua DPRD, atau Rp. 198.000.000,- / tahun Rp. Rp. 15.500.000,-/bulan Wakil Ketua DPRD atau Rp. 186.000.000 Per orang per tahun dan Rp. 12.500.000,- Untuk Anggota DPRD per bulan atau Rp. 150.000.000,- Per orang per tahun.
"Apabila kita lihat dalam Peraturan Pemerintah no. 18 tahun 2017 Tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD pasal 17 ayat 2 bahwa Besaran tunjangan peruman harus memperhatikan asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas, standar harga setempat yang berlaku sesuai peraturan perundang-undangan. Bahkan banyak menempati rumah milik pribadi," katanya.
Ia menuturkan, dasar atas penentuan harga tunjangan perumahan yang dinikmati oleh Pimpinan dan Anggota DPRD harus berdasarkan hasil kajian dan survey harga yang wajar dan sesuai harga pasar yang berlaku. "Kami menilai bahwa penetapan harga untuk tunjangan perumahan berdasarkan Peraturan Bupati no. 80 tahun 2017 tidak mencerminkan asas kepatutan, kewajaran dan rasionalisasi strandar harga setempat. Sehingga kami menduga ada praktek mark up dalam pengambilan kebijakan besaran tunjangan Perumahan Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Garut," ucapnya.
Lukman menduga kuat ada indikasi konspirasi menggelapkan anggaran dalam selisih mark up ”tunjangan perumahan” Pimpinan dan Anggota DRRD Garut. Oleh karena itu, kami ingin pihak kejaksaaan melakukan pemeriksaan pihak pihak terkait dalam indikasi kasus tersebut, sebagai upaya penegakan supremasi hukum. Ironis melihat kondisi sebenarnya di saat rakyat terhimpit oleh kondisi ekonomi tidak berbanding lurus dengan fasilitas dan tunjangan yang diterima oleh para wakil rakyat.
"Dalam kasus dugaan ini, tadi sudah diserahkan bukti-bukti pendukung, seperti APBD TA 2018 dan 2019,peraturan Bupati Nomer 80 Tahun 2017 tentang petunjuk teknis pelaksanaan Peraturan Daerah Nomer 06 Tahun 2017 tentang hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota DPRD," katanya.
Lukman mengaku, KPG akan terus memantu terus terkait laporan yang sudah dibuat pada Kejari Garut. Soalnya, uang negara yang selama ini dinikmati para wakil rakyat sangat mubazir dibandingkan dengan kinerja wakil rakyat.
Dalam proses pelaporan KPG, langsung diterima oleh Kepala Seksi Intelejent (Kasi Intel) R Mohammad Taufik, serta staf intel lainnya.
Sementara Kasi Intel Kejaksaan Negeri Garut, R Mohammad Taufik, saat dikonfirmasi terkait adanya pelaporan dugaan tindak pidana korupsi tunjangan perumahan DPRD Garut tahun 2018-2019 belum memberikan jawaban, hingga berita ini dilaporkan.