60menit.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami peran tersangka wiraswasta inisial DSG sebagai makelar tanah dalam pembebasan lahan untuk ruang terbuka hijau (RTH) di Pemkot Bandung.
Untuk mendalaminya, penyidik KPK pada Selasa memeriksa tiga saksi untuk tersangka DSG dalam penyidikan kasus korupsi pengadaan tanah untuk RTH di Pemkot Bandung Tahun 2012-2013.
"Penyidik mengonfirmasi kepada para saksi terkait dengan peran tersangka DSG sebagai makelar tanah dalam penbebasan lahan untuk RTH," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Tiga saksi tersebut, yaitu Asep Barlian selaku wiraswasta dan dua marketing Bank Bukopin masing-masing Tintin dan Fitria.
Dalam penyidikan kasus itu, KPK juga baru saja memperpanjang penahanan tersangka DSG selama 40 hari ke depan terhitung sejak 20 Juli 2020 sampai 28 Agustus 2020.
DSG telah ditahan di Rutan Klas I Jakarta Timur Gedung Merah Putih KPK sejak Selasa (30/6).
Sebelumnya, KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus tersebut, yaitu mantan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bandung HN serta dua mantan anggota DPRD Kota Bandung periode 2009-2014 KS dan TDQ.
Ketiganya tengah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung.
Dalam konstruksi perkara disebutkan bahwa pada 2011, Wali Kota Bandung Dada Rosada saat itu menetapkan lokasi pengadaan tanah untuk RTH Kota Bandung usulan kebutuhan anggaran pengadaan tanah RTH untuk tahun 2012 sebesar Rp15 miliar untuk 10 ribu meter persegi.
Setelah rapat pembahasan dengan Badan Anggaran DPRD Kota Bandung diduga ada anggota DPRD meminta penambahan anggaran dengan alasan ada penambahan lokasi untuk pengadaan RTH. Besar penambahan anggarannya dari yang semula Rp15 miliar menjadi Rp57.210.000.000 untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) murni tahun 2012.
Penambahan anggaran diduga dilakukan karena lokasi lahan yang akan dibebaskan adalah lokasi yang sudah disiapkan dan terlebih dahulu dibeli dari warga sebagai pemilik tanah. Upaya tersebut diduga dilakukan supaya beberapa pihak memperoleh keuntungan.
Sekitar September 2012, diajukan kembali penambahan anggaran dari Rp57 miliar menjadi Rp123,93 miliar. Total anggaran yang telah direalisasikan adalah Rp115,22 miliar di tujuh kecamatan yang terdiri dari 210 bidang tanah.
Dalam proses pengadaan tanah itu, Pemkot Bandung tidak membeli langsung dari pemilik tanah, namun diduga menggunakan makelar, yaitu anggota DPRD Kota Bandung periode 2009–2014 Kadar Slamet dan Dadang Suganda.
Proses pengadaan dengan perantara Dadang dilakukan melalui kedekatannya dengan Sekretaris Daerah Kota Bandung Edi Siswadi.
Edi telah divonis bersalah dalam perkara suap terhadap seorang hakim dalam terkait penanganan perkara korupsi bantuan sosial di Pemkot Bandung. Edi Siswadi memerintahkan Herry Nurhayat untuk membantu Dadang Suganda dalam proses pengadaan tanah tersebut.
Dadang kemudian melakukan pembelian tanah pada sejumlah pemilik tanah atau ahli waris di Bandung dengan nilai lebih rendah dari NJOP setempat. Setelah tanah tersedia, Pemkot Bandung membayarkan Rp43,65 miliar pada Dadang. Namun, Dadang hanya memberikan Rp13,5 miliar pada pemilik tanah.
Diduga Dadang Suganda diperkaya sekitar Rp30 miliar. Sebagian dari uang tersebut, sekitar Rp10 miliar diberikan pada Edi Siswadi yang akhirnya digunakan untuk menyuap hakim dalam perkara bansos di Pengadilan Negeri Kota Bandung.